Di Kabupaten Serang, tumpukan sampah sering kali menjadi pemandangan yang sulit dihindari. Lahan kosong di sekitar kampung-kampung berubah menjadi tempat pembuangan sementara, sementara aroma asap pembakaran sampah menyergap udara setiap sore.
Meski banyak warga yang merasa tidak nyaman, sebagian besar bingung harus memulai dari mana. Sistem pengelolaan sampah yang mudah diakses pun nyaris tidak ada.
Desty Eka Putri Sari baru kembali dari Belanda pada awal 2020 ketika ia menyaksikan pemandangan itu. Ia melihat anak-anak bermain di antara plastik berserakan, orang tua menatap tumpukan sampah di halaman rumah mereka, dan bau yang menusuk hidung setiap kali melintas di jalan kampung.
Pemandangan itu menimbulkan pertanyaan besar di benaknya,”mengapa masyarakat tetap membiarkan sampah menumpuk, padahal mereka sendiri ingin hidup bersih?”
Ia mulai dengan langkah sederhana: melakukan survei ke seratus rumah di lingkungannya. Hasilnya mengejutkan—sebagian besar warga ingin hidup bersih, tapi tidak tahu cara mengelola sampah mereka.
Dari sana, Desty menawarkan layanan jemput sampah dengan iuran Rp20 ribu per bulan. Sekaligus, warga mendapatkan kemudahan dan solusi nyata untuk lingkungan mereka.
Langkah itu membuka pintu baru. Pada Februari 2020, bersama tiga warga lain, Desty mendirikan Bank Sampah Digital (BSD). Mereka memulai dari delapan titik unit bank sampah, kemudian bertambah menjadi 45 titik pada 2021, dan 87 pada 2022.
Setiap titik bagaikan jantung kecil yang memompa kehidupan baru bagi kampung-kampung yang dulunya hanya tenggelam dalam tumpukan sampah.
Bagaimana Bank Sampah Digital Bekerja?

Di BSD, sampah tak lagi sekadar tumpukan tak berguna. Lewat aplikasi pintar, setiap kantong plastik, kardus, atau botol bekas yang disetorkan bisa “mengubah wajah” nasabahnya. Cukup buka aplikasi, cek saldo, dan atur jadwal penjemputan, kemudian tim BSD akan menimbang dan mencatat setoran. Berat dan jenis sampah itu diubah menjadi saldo rupiah, yang bisa dicairkan atau ditukar dengan kebutuhan sehari-hari.
Inovasi BSD juga merambah ke lingkungan. Setiap RW memiliki unit bank sampah sendiri, tempat warga datang membawa sampah terpilah. Di Rumah Edukasi, mereka belajar memisahkan sampah, mengelola daur ulang, hingga membuat kerajinan dari bahan yang sebelumnya tak bernilai. Produk hasil daur ulang ini bahkan bisa dijual melalui BSD Mart, pasar daring yang mempertemukan kreator dengan pembeli.
Minyak jelantah tak lagi mengalir ke saluran pembuangan berkat program OZON, diolah menjadi produk baru yang bermanfaat. Tabungan sampah juga bisa “menghidupkan” fungsi sosial: PBB Sampah membuat warga membayar pajak dari saldo sampah mereka, sedekah sampah menyalurkan nilai tabungan untuk beasiswa anak yatim, listrik rumah ibadah, atau bantuan sembako.
BSD merangkul anak muda dan pemilik kafe lewat Wirawaste, menyediakan titik pemilahan sampah di tempat-tempat strategis. Modal Usaha Bergulir membuka jalan untuk pinjaman tanpa bunga, sedangkan Berobat Sampah memungkinkan warga menukar tabungan mereka untuk layanan kesehatan. Di BSD, sampah bukan sekadar limbah—ia menjadi sumber daya, kesempatan, dan gerakan sosial yang nyata.
Jejak Positif Bank Sampah Digital
Perkembangan BSD bergerak begitu cepat, hampir seperti gelombang yang tak bisa dihentikan. Hingga kini, 265 unit bank sampah telah tersebar di Serang Raya, menjangkau hampir 5.000 nasabah individu dan lebih dari 10.000 partisipan aktif.
Menariknya, hampir seluruhnya 98 persen adalah perempuan, menegaskan bahwa gerakan ini membuka ruang nyata bagi pemberdayaan ibu rumah tangga dan komunitas perempuan.
Sejak awal berdiri, lebih dari 715 ton sampah berhasil dialihkan dari tempat pembuangan akhir. Saldo tabungan nasabah pun menumpuk, mencapai Rp800–900 juta, digunakan untuk membiayai pendidikan anak, hewan kurban, hingga tunjangan hari raya. Setiap kantong sampah yang ditimbang seolah membawa harapan baru bagi mereka.
Angka-angka terus bergerak naik. Pada 2024, BSD telah membentuk 200 unit bank sampah, mendampingi lebih dari 4.012 warga, serta menjalin kemitraan dengan lebih dari 25 lembaga pemerintah dan swasta.
Keberhasilan ini tak luput dari pengakuan nasional: pada 2023, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menetapkan BSD sebagai salah satu Bank Sampah Induk Terbaik di Indonesia. Pada Agustus 2024, tim BSD menimbang 10,5 ton sampah terpilah, dari kertas, plastik, logam, hingga minyak jelantah.
Sistem digital BSD memudahkan pencatatan dan penukaran saldo, tapi tak semua warga langsung akrab dengan teknologi. Maka, catatan manual tetap dijaga, memastikan setiap lapisan masyarakat bisa ikut berpartisipasi, baik lewat aplikasi maupun buku catatan sederhana. Di sini, setiap orang punya tempat, dan setiap sampah punya nilai.
Sampah yang Membawa Perubahan
Bank Sampah Digital yang digagas Desty Eka Putri Sari tak sekadar mereduksi tumpukan sampah. Setiap kantong plastik, kertas, atau botol bekas yang dikumpulkan menjadi pintu bagi warga untuk mengasah keterampilan, menambah tabungan, memulai usaha, bahkan menanggung biaya kesehatan.
Gerakan ini menegaskan satu hal: ketika inovasi bertemu dengan komitmen dan partisipasi aktif warga, perubahan nyata bukan lagi mimpi. Dari Serang, kisah ini menyebar sebagai inspirasi mendorong daerah lain untuk memelopori pengelolaan sampah berkelanjutan sambil meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Sejak Januari 2022, ketika Desty Eka Putri Sari diangkat menjadi CEO BSD, langkah-langkah visionernya mulai menunjukkan dampak nyata. Tak lama kemudian, ia pun dinobatkan sebagai perempuan penggerak lingkungan oleh Bupati Serang, dan semua usaha itu berbuah manis ketika BSD menerima Apresiasi SATU Indonesia Awards 2022 di kategori lingkungan.
Dengan pencapaian ini, terlihat jelas bahwa dari setiap kantong sampah yang dikumpulkan, lahirlah peluang untuk memberdayakan masyarakat, membuka keterampilan baru, menambah tabungan, dan bahkan mendukung kesehatan warga. Dari Serang, kisah BSD membuktikan bahwa inovasi, kolaborasi, dan komitmen warga dapat menghasilkan perubahan nyata—serta menginspirasi gerakan serupa di seluruh Indonesia.
#APA2025-PLM